Rabu, 30 Mei 2012

Orang Rimba Jadikan Tanaman Karet Benteng Perambahan


Selain memiliki aturan adat soal penebangan pohon, orang rimba Terab juga memiliki kearifan lokal lainnya. Seperti dengan menanam pohon karet di tepian hutan yang menjadi tempat tinggalnya. Tanaman karet menjadi benteng menangkal aksi perambahan hutan guna mempertahankan hutan adatnya, orang rimba di Sungai Terab membentengi hutan dengan menanam karet, terutama buat perusahaan maupun warga desa yang merambah tempat tinggal mereka. Benteng dimaksud lokasinya berada di pinggiran TNBD. 

Justia Abdi, fasilitator Warsi yang sudah lima tahun bergail dengan orang rimba mengatakan hompongan itu dibuat, dan hasilnya dinikmati seluruh anggota orang rimba di Terab. "Mereka mengelola hompongan itu, satu keluarga rata‑rata bisa mengelola 1‑2 ha," kata Abdi, pekan lalu. 
Tumenggung Marituha berujar hasil dari hompongan dinikmati keluarga yang mengolahnya.  
"Itu tergantung kemampuan masing‑masing keluarga untuk mengolahnya, hasilnya buat mereka," kata Marituha. Dalam seminggu menurutnya rata‑rata mereka berhasil mengumpulkan 25 kg karet. Senada Tumenggung Nyenong dari Serengam. Di kelompoknya, satu kepala keluarga rata‑rata mengelola 1/2 ha sampai 1 ha hompongan yang ditanami karet. 
Rudi Syaf Manager Komunikasi KKI Warsi menyebutkan perilaku orang rimba ikut berperan menahan laju deforestasi atau  penebangan habis hutan dan juga degradasi penebangan sebagian hutan dan menjaga hutan tetap lestari. Menurutnya fungsi hutan juga membantu menyerap karbon yang bebas di udara sebagai pemicu pemanasan global. 
"Faktanya sekarang ini terjadi deforestasi dan degradasi akibat alih fungsi hutan, hal itu menjadi pemicu timbulnya gas rumah kaca yang menjadi penyebab pemanasan global," ujarnya. Terpisah Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Hasvia mengatakan untuk mengurangi emisi karbon pemicu pemanasan global pihaknya telah bekerja sama.
Termasuk dengan beberapa pihak melalui program Reduced Emission From Deforestation and Forest Degradation (REDD). Menurutnya sudah ada tiga rencana kerjasama yaitu dengan Australia melalui program Indonseia Forest Carbon Partnership, kerjasama dengan pemerintah Canada dan juga dengan Kementerian Kehutanan Kehutanan yang dikoordinatori Direktorat Jasa Lingkungan dan Bina Usaha Lingkungan.
"Untuk kerjasama dengan Australia program itu sudah jalan, sudah mulai mapping semua hutan yang ada di Kalimantan dan Sumatera, Jambi satu diantaranya," kata Hasvia. Menurutnya di Jambi merupakan pilot projectnya. Bentuk kerjasamanya menurut Hasvia, Australia akan menanam hutan kembali dan masyarakat bisa menggunakan hasil hutan akan tetapi tidak untuk menebang kayunya. 
Dikatakannya, Australia akan memberi kompensasi Rp 20 juta per ha bagi masyarakat yang menjaga kawasan hutan agar tetap lestari. "Hutan yang dimaksud tidak untuk tanaman sawit, kalau karet bisa," katanya. Menurutnya pemerintah telah membuka pintu seluas‑luasnya kepada masyarakat untuk ikut menjaga kelestarian hutan dengan memberi kompensasi kepada masyarakat. 
Apakah hal itu juga berlaku untuk orang rimba dengan hutan adatnya, Hasvia mengatakan itu sangat dimungkinkan. "Bisa, orang rimba juga bisa mengelola hutan," katanya. Tentunya pengelolaan tersebut menurutnya harus dengan izin SKU pengelolaan dengan durasi waktu 60‑90 tahun. (bandotarywono)  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar